Kamis, 07 November 2013

Hikayat Sang Sapurba Turun di Bukit Siguntang Mahameru

Dulu waktu kelas 10 disuruh bercerita Hikayat, hikayat ini yang aku pilih

Sang Sapurba Turun di Bukit Siguntang Mahameru

          Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andelas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya,asalnya daripada anak cucunya Raja Solan. Muara Tatang nama sungainya. Adapun negeri Perlembang itu Palembang yang ada sekarang inilah. Maka hulu Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya. Di dalam sungai itu ada sebuah bukit, Siguntang Mahameru namanya. Dan ada dua orang perempuan berladang. Wan Empuk seorang namanya dan Wan Malini seorang namanya, dan keduanya itu berhuma di Bukit Siguntang itu, terlalu luas humanya itu. Syahdan terlalu jadi padinya, tiada terkatakan.
          Telah hampirlah masak padi itu, maka pada suatu malam dilihat dilihat oleh Wan Empuk dan Wan Malini dari rumahnya di atas Bukit Siguntang itu bernyala-nyala seperti api. Kata Wan Empuk pada Wan Malini, “Cahaya apa gerangan bernyala-nyala itu? Takut pula beta melihat dia.” Maka kata Wan Malini, “ Jangan kita ingar-ingar, kalau-kalau kemala naga besar gerangan itu.”
          Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun diambil dengan takutnya, lalu keduanya tidur. Telah hari siangpun ia bangun keduanya daripada tidur, lalu basuh muka. Kata Wan Malini,”Marilah kita lihat yang bernyala-nyala semalam itu.” Maka keduanya naik ke atas Bukit Siguntang itu, maka dilihatnya padinya berbuahkan emas dan berdaunkan perak dan batangnya tembaga suasa. Wan Empuk dan Wan Malini pun heran melihat hal demikian itu, maka katanya,”Inilah yang kita lihat semalam itu.” Ia berjalan pula ke Bukit Siguntang itu, maka dilihatnya tanah negara bukit itu menjadi seprti warna emas. Pada suatu cerita datang sekarang pun tanah negara bukit itu seperti warna emas juga rupanya, maka dilihat oleh Wan Empuk dan Wan Malini di atas tanah yang menjadi emas itu tiga orang manusia laki-laki muda  baik paras yang seorang itu memakai pakaian kerajaan, kendaraannya lembu putih, seperti perak rupanya, dan yang dua orang ituberdiri di sisinya, seorang memegang lembing. Wan Empuk dan Wan Malini pun heran, tercengang-cengang. Syahdan dengan takjubnya ia melihat rupa orang itu terlalu amat baik parasnya dan sikapnya dan pakaiannya pun terlalu indah-indah, maka ia pikir pada hatinya, “Sebab orang muda tiga orang inilah gerangan, maka padiku berbuahkan emas dan berdaunkan perak dan tanah bukit ini pun menjadi seperti warna emas ini.”
          Wan Empuk dan Wan Malini pun bertanya kepada orang muda tiga orang itu,”Siapakah tuan hamba ini dan dari mana datang tuan hamba ini dan anak jin atau anak perikah tuan hamba ini? Karena berapa lama sudah kami di sini tiada kami melihat seorang pun manusia, datang kemari, barulah pada hari ini kami melihat tuan hamba kemari ini.”
          Kemudian, menyahut seorang di dalam tiga itu, “adapun nama kami dan bangsa kami bukannya dari pada jin dan peri. Bahwa kami ini bangsa manusia, asal kami daripada anak cucu raja Iskandar Dzulkarnain, nasab kami daripada raja Nusyirwan, raja masyrik dan magrib, dan pancar kami daripada raja Sulaiman alaihisalam, dan nama raja ini Bacitram Shay, dan nama seorang ini Kerisna Pendita dan pedagang kami ini Curik Semandang Kini namanya, dan lembing kami ini Lembuar namanya yang satu ini cap kayu, Kempa namanya, apabila memberi surat kepada raja-raja cap inilah di capkan.”
            Kata Wan Empuk dan Wan Malini, “Apa alamatnya kata tuan hamba ini?”
          Mereka menyahut, “mahkota inilah alamatnya tanda hamba anak cucu hamba raja Iskandar. Hai embok, jika tuan hamba tiada percaya akan kata hamba ini itulah tandanya. Oleh hamba jatuh, maka padi embok berbuahan emas, berdaunkan perak, berbatangkan tembaga suasa, dan tanah negara bukit ini menjadi warna seperti emas.” Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun percayalah akan kata orang muda itu, ia pun terlalu sukacita. Kemudian, anak raja itu pun dibawanya kembai ke rumahnya.
          Kemudian, baginda naiklah ke atas kendaraan baginda, lembu putih itu, maka padinya itu pun ditunainya oleh Wan Empuk dan Wan Malini. Oleh karena itu, kedua mereka pun kayalah sebab mendapat anak raja itu, dinamai oleh Wan Empuk dan Wan Malini, Sang Sapurba.
          Dengan takdir Allah ta’ala lembu kenaikan baginda itu pun muntahkan buih, maka keluarlah dari pada buih itu seorang manusia laki-laki dinamai bat dan dastranya terlalu besar. Kemudian, Bat berdiri memuji Sang Sapurba. Bunyi pujinya itu serba jenis kata yang mulia-mulia. Syahdan raja itu digelar oleh Bat itu Sang Sapurba Terimurti Teribuana.
          Adapun Bat itulah daripada anak cucunya asal orang yang membaca ciri dahulu kala. Kemudian, Nila Pahlawan dan Kerisna Pandita pun dikawinkan Bat dengan Wan Empuk dan Wan Malini, maka daripada anak cucu merekalah digelar oleh Sang Sapurba, yang laki-laki dinamai baginda awang dan yang perempuan dipanggil baginda dara. Itulah asal perawangan dan perdaraan.
          Telah terdengarlah pada Demang Lebar Daun bahwa Wan Empuk dan Wan Malini mendapat anak raja turun dari keindraan itu. Kemudian, Demang Lebar Daun pun datang menghadap membawa persembahan terlalu banyak aneka yang indah-indah. Maka sangat dipermalui oleh sang Sapurba dan dianugerahi persalin.
          Telah masyhurlah pada segala negeri bahwa anak raja anak cucu Raja Iskandar Dzulkarnain turun ke Bukit Siguntang Mahameru. Maka segala raja-raja daripada segala negeri pun datanglah menghadap raja itu, sekaliannya dengan persembahannya. Oleh Sang Sapurba segala raja-raja yang datang itu semuanya diberi persalin......
          Sebermula dihikayatkan oleh orang yang punya hikayat: adapun negeri Perlembang itu Palembang yang ada sekarang inilah. Dahulu kala negeri itu terlalu besar dan akan raja Palembang yang bernama Damang Lebar Daun ada beranak seorang perempuan terlalu baik parasnya tiada berbanding parasnyapada zaman itu, Wan Sendari namanya. Kemudian, dipersembahkan oleh Wan Empuk dan Wan Malini pada Sang Sapurba, Demang Lebar Daun ada beranak seorang perempuan , maka disuruh pinang Sang Sapurba.
          Demang Lebar Daun pun berkata,”Jikalau anak patik tuanku peristri, niscaya kedal ia. Akan tetapi, jikalau tuanku mau berwaad dengan patik, patik persembahan anak patih ke bawah duli yang dipertuan.
          Adapun Demang Lebar Daunlah yang pertama punya bahasa yang dipertuan dan patik.
          Maka titah Sang Sapurba,”apa yang dikehendaki oleh bapakku itu?”
          Demang Lebar Daun pun berkata,” Adapun, Tuanku segala cucu patik sedia akan jadi hamba ke bawah duli yang dipertuan. Hendaklah ia diperbaiki oleh anak cucu duli tuanku dan jika ia berdosa sebesar-besar dosanya pun, jangan ia di fadzihatkan dinista dengan kata-kata yang jahat. Jikalau besar dosanya, dibunuh, itu pun jikalau berlaku pada hukum syara.
          Sang Sapurba bertitah,”akan pinta bapak itu hamba kabulkanlah, tetapi hamba minta satu janji pada bapak hamba.”
          Demang Lebar Daun berkata,”Janji yang mana itu, tuanku?”
          Sang Sapurba bertitah,”Hendaklah pada akhir zaman kelak anak cucu bapak hamba jangan durhaka pada anak cucu kita. Jikalau ia lalim dan jahat pekerti sekalipun.”
          Demang Lebar Daun berkata,”Baiklah, Tuanku, tetapi jikalau mengubahkanlah.”
          Sang Sapurba pun bertitah,”Baiklah. Kabullah hamba akan waad itu.” Maka baginda pun bersumpah-sumpahan barang siapa yang mengubahkan perjanjian itu dibalikkan allah bumbungannya ke bawah, kaki tiangnya ke atas.
          Itulah sebab dianugerahkan Allah subhanahu wata’ala pada segala raja-raja Melayu tiada pernah memberi aib pada segala hamba Melayu. Jikalau sebagaimana sekalipun besar dosanya tiada diikat dan digantung dan difadzihatkan dengan kata-kata yang jahat. Jikalau ada seorang raja memberi aib seorang hamba Melayu, alamat negerinya akan binasa. Syahdan segala anak Melayu pun dianugerahkan Allah subhanahu wata’ala tidak pernah durhaka dan memalingkan muka pada rajanya, jikalau jahat pekerti sekalipun serta aniaya.
          Demang Lebar Daun ke bawah duli Sang Sapurba berkata,”Baiklah duli Yang Dipertuan berangkat ke barung-barung patik.”
          Maka titah baginda,”Baiklah.”
          Kemudian baginda laki istri pun berangkatlah ke Palembang.
          Demang Lebar Daun pun berlengkap hendak memandikan Sang Sapurba. Ia menyuruh membuat panca persada tujuh pangkat, lima kemuncaknya, terlalu indah-indah perbuatannya. Bat menukanginya. Setelah sudah, Demang Lebar Daun pun memulai pekerjaan berjaga-jaga empat puluh hari empat puluh malam, makan minum bersuka-sukaan dengan segala raja-raja, para menteri, sida-sida, bentara, hulubalang dan segala rakyat sekalian. Beberapa kerbau, lembu, kambing, biri-biri disembelih orang dan kerak nasi bertimbun-timbun seperti busut, air didih bagai lautan, kepala kerbau lembu seperti pulau juga rupanya.
          Setelah genaplah empat puluh hari empat puluh malam, maka air mandi pun diarak oranglah dengan segala bunyi-bunyian dan bekas air mandi iu sekaliannya emas bepermata. Sang Sapurba, dua laki istri pun diarak tujuh kali berkeliling panca persada itu. Baginda laki istri pun mandilah diseri panca persada itu, dimandikan oleh Bat. Setelah sudah mandi, maka Sang Sapurb pun bersalinlah kain selengkap tubuh. Lalu memakai pakaian derpata darmani namanya dan Tuan Putri Wan Sendari mpun memakai kain biru dimani. Kedua baginda memakai dengan selengkap pakaian kerajaan. Kemudian, kedua laki istri pun duduk di atas peterana yang keemasan di atas singgasana kerajaan. Maka gendang nobat pun dipalu oranglah. Setelah sudah tabal, maka segala para menteri, hulubalang sekaliannya menjunjung duli baginda. Telah itu nasi santan pun diangkat orang. Kemudian, baginda kedua kaki istri pun santaplah. Setelah sudah santap, maka BaT membunuh panca upacara di telinga raja kedua laki istri. Setelah itu, Sang Sapurba sudah jadi raja di Palembang itu.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar