Dulu waktu kelas 10 disuruh bercerita Hikayat, hikayat ini yang aku pilih
Sang Sapurba Turun di Bukit Siguntang Mahameru
Kata sahibul hikayat, ada sebuah
negeri di tanah Andelas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama
rajanya,asalnya daripada anak cucunya Raja Solan. Muara Tatang nama sungainya.
Adapun negeri Perlembang itu Palembang yang ada sekarang inilah. Maka hulu
Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya. Di dalam sungai itu ada
sebuah bukit, Siguntang Mahameru namanya. Dan ada dua orang perempuan
berladang. Wan Empuk seorang namanya dan Wan Malini seorang namanya, dan
keduanya itu berhuma di Bukit Siguntang itu, terlalu luas humanya itu. Syahdan
terlalu jadi padinya, tiada terkatakan.
Telah hampirlah masak padi itu, maka
pada suatu malam dilihat dilihat oleh Wan Empuk dan Wan Malini dari rumahnya di
atas Bukit Siguntang itu bernyala-nyala seperti api. Kata Wan Empuk pada Wan
Malini, “Cahaya apa gerangan bernyala-nyala itu? Takut pula beta melihat dia.”
Maka kata Wan Malini, “ Jangan kita ingar-ingar, kalau-kalau kemala naga besar
gerangan itu.”
Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun
diambil dengan takutnya, lalu keduanya tidur. Telah hari siangpun ia bangun
keduanya daripada tidur, lalu basuh muka. Kata Wan Malini,”Marilah kita lihat
yang bernyala-nyala semalam itu.” Maka keduanya naik ke atas Bukit Siguntang itu,
maka dilihatnya padinya berbuahkan emas dan berdaunkan perak dan batangnya
tembaga suasa. Wan Empuk dan Wan Malini pun heran melihat hal demikian itu,
maka katanya,”Inilah yang kita lihat semalam itu.” Ia berjalan pula ke Bukit
Siguntang itu, maka dilihatnya tanah negara bukit itu menjadi seprti warna
emas. Pada suatu cerita datang sekarang pun tanah negara bukit itu seperti
warna emas juga rupanya, maka dilihat oleh Wan Empuk dan Wan Malini di atas
tanah yang menjadi emas itu tiga orang manusia laki-laki muda baik paras yang seorang itu memakai pakaian
kerajaan, kendaraannya lembu putih, seperti perak rupanya, dan yang dua orang
ituberdiri di sisinya, seorang memegang lembing. Wan Empuk dan Wan Malini pun
heran, tercengang-cengang. Syahdan dengan takjubnya ia melihat rupa orang itu
terlalu amat baik parasnya dan sikapnya dan pakaiannya pun terlalu indah-indah,
maka ia pikir pada hatinya, “Sebab orang muda tiga orang inilah gerangan, maka
padiku berbuahkan emas dan berdaunkan perak dan tanah bukit ini pun menjadi
seperti warna emas ini.”
Wan Empuk dan Wan Malini pun bertanya
kepada orang muda tiga orang itu,”Siapakah tuan hamba ini dan dari mana datang
tuan hamba ini dan anak jin atau anak perikah tuan hamba ini? Karena berapa
lama sudah kami di sini tiada kami melihat seorang pun manusia, datang kemari,
barulah pada hari ini kami melihat tuan hamba kemari ini.”
Kemudian, menyahut seorang di dalam
tiga itu, “adapun nama kami dan bangsa kami bukannya dari pada jin dan peri.
Bahwa kami ini bangsa manusia, asal kami daripada anak cucu raja Iskandar
Dzulkarnain, nasab kami daripada raja Nusyirwan, raja masyrik dan magrib, dan
pancar kami daripada raja Sulaiman alaihisalam, dan nama raja ini Bacitram
Shay, dan nama seorang ini Kerisna Pendita dan pedagang kami ini Curik
Semandang Kini namanya, dan lembing kami ini Lembuar namanya yang satu ini cap
kayu, Kempa namanya, apabila memberi surat kepada raja-raja cap inilah di
capkan.”
Kata Wan Empuk dan Wan Malini, “Apa
alamatnya kata tuan hamba ini?”
Mereka menyahut, “mahkota inilah
alamatnya tanda hamba anak cucu hamba raja Iskandar. Hai embok, jika tuan hamba
tiada percaya akan kata hamba ini itulah tandanya. Oleh hamba jatuh, maka padi
embok berbuahan emas, berdaunkan perak, berbatangkan tembaga suasa, dan tanah
negara bukit ini menjadi warna seperti emas.” Maka Wan Empuk dan Wan Malini pun
percayalah akan kata orang muda itu, ia pun terlalu sukacita. Kemudian, anak
raja itu pun dibawanya kembai ke rumahnya.
Kemudian, baginda naiklah ke atas
kendaraan baginda, lembu putih itu, maka padinya itu pun ditunainya oleh Wan
Empuk dan Wan Malini. Oleh karena itu, kedua mereka pun kayalah sebab mendapat
anak raja itu, dinamai oleh Wan Empuk dan Wan Malini, Sang Sapurba.
Dengan takdir Allah ta’ala lembu
kenaikan baginda itu pun muntahkan buih, maka keluarlah dari pada buih itu
seorang manusia laki-laki dinamai bat dan dastranya terlalu besar. Kemudian,
Bat berdiri memuji Sang Sapurba. Bunyi pujinya itu serba jenis kata yang
mulia-mulia. Syahdan raja itu digelar oleh Bat itu Sang Sapurba Terimurti
Teribuana.
Adapun Bat itulah daripada anak
cucunya asal orang yang membaca ciri dahulu kala. Kemudian, Nila Pahlawan dan
Kerisna Pandita pun dikawinkan Bat dengan Wan Empuk dan Wan Malini, maka
daripada anak cucu merekalah digelar oleh Sang Sapurba, yang laki-laki dinamai
baginda awang dan yang perempuan dipanggil baginda dara. Itulah asal perawangan
dan perdaraan.
Telah terdengarlah pada Demang Lebar
Daun bahwa Wan Empuk dan Wan Malini mendapat anak raja turun dari keindraan
itu. Kemudian, Demang Lebar Daun pun datang menghadap membawa persembahan
terlalu banyak aneka yang indah-indah. Maka sangat dipermalui oleh sang Sapurba
dan dianugerahi persalin.
Telah masyhurlah pada segala negeri
bahwa anak raja anak cucu Raja Iskandar Dzulkarnain turun ke Bukit Siguntang
Mahameru. Maka segala raja-raja daripada segala negeri pun datanglah menghadap
raja itu, sekaliannya dengan persembahannya. Oleh Sang Sapurba segala raja-raja
yang datang itu semuanya diberi persalin......
Sebermula dihikayatkan oleh orang yang
punya hikayat: adapun negeri Perlembang itu Palembang yang ada sekarang inilah.
Dahulu kala negeri itu terlalu besar dan akan raja Palembang yang bernama
Damang Lebar Daun ada beranak seorang perempuan terlalu baik parasnya tiada berbanding
parasnyapada zaman itu, Wan Sendari namanya. Kemudian, dipersembahkan oleh Wan
Empuk dan Wan Malini pada Sang Sapurba, Demang Lebar Daun ada beranak seorang
perempuan , maka disuruh pinang Sang Sapurba.
Demang Lebar Daun pun berkata,”Jikalau
anak patik tuanku peristri, niscaya kedal ia. Akan tetapi, jikalau tuanku mau
berwaad dengan patik, patik persembahan anak patih ke bawah duli yang
dipertuan.
Adapun Demang Lebar Daunlah yang
pertama punya bahasa yang dipertuan dan patik.
Maka titah Sang Sapurba,”apa yang
dikehendaki oleh bapakku itu?”
Demang Lebar Daun pun berkata,”
Adapun, Tuanku segala cucu patik sedia akan jadi hamba ke bawah duli yang
dipertuan. Hendaklah ia diperbaiki oleh anak cucu duli tuanku dan jika ia
berdosa sebesar-besar dosanya pun, jangan ia di fadzihatkan dinista dengan
kata-kata yang jahat. Jikalau besar dosanya, dibunuh, itu pun jikalau berlaku
pada hukum syara.
Sang Sapurba bertitah,”akan pinta
bapak itu hamba kabulkanlah, tetapi hamba minta satu janji pada bapak hamba.”
Demang Lebar Daun berkata,”Janji yang
mana itu, tuanku?”
Sang Sapurba bertitah,”Hendaklah pada
akhir zaman kelak anak cucu bapak hamba jangan durhaka pada anak cucu kita.
Jikalau ia lalim dan jahat pekerti sekalipun.”
Demang Lebar Daun berkata,”Baiklah, Tuanku,
tetapi jikalau mengubahkanlah.”
Sang Sapurba pun bertitah,”Baiklah.
Kabullah hamba akan waad itu.” Maka baginda pun bersumpah-sumpahan barang siapa
yang mengubahkan perjanjian itu dibalikkan allah bumbungannya ke bawah, kaki
tiangnya ke atas.
Itulah sebab dianugerahkan Allah
subhanahu wata’ala pada segala raja-raja Melayu tiada pernah memberi aib pada
segala hamba Melayu. Jikalau sebagaimana sekalipun besar dosanya tiada diikat
dan digantung dan difadzihatkan dengan kata-kata yang jahat. Jikalau ada
seorang raja memberi aib seorang hamba Melayu, alamat negerinya akan binasa.
Syahdan segala anak Melayu pun dianugerahkan Allah subhanahu wata’ala tidak
pernah durhaka dan memalingkan muka pada rajanya, jikalau jahat pekerti
sekalipun serta aniaya.
Demang Lebar Daun ke bawah duli Sang
Sapurba berkata,”Baiklah duli Yang Dipertuan berangkat ke barung-barung patik.”
Maka titah baginda,”Baiklah.”
Kemudian baginda laki istri pun
berangkatlah ke Palembang.
Demang Lebar Daun pun berlengkap
hendak memandikan Sang Sapurba. Ia menyuruh membuat panca persada tujuh
pangkat, lima kemuncaknya, terlalu indah-indah perbuatannya. Bat menukanginya.
Setelah sudah, Demang Lebar Daun pun memulai pekerjaan berjaga-jaga empat puluh
hari empat puluh malam, makan minum bersuka-sukaan dengan segala raja-raja,
para menteri, sida-sida, bentara, hulubalang dan segala rakyat sekalian.
Beberapa kerbau, lembu, kambing, biri-biri disembelih orang dan kerak nasi
bertimbun-timbun seperti busut, air didih bagai lautan, kepala kerbau lembu
seperti pulau juga rupanya.
Setelah genaplah empat puluh hari
empat puluh malam, maka air mandi pun diarak oranglah dengan segala
bunyi-bunyian dan bekas air mandi iu sekaliannya emas bepermata. Sang Sapurba,
dua laki istri pun diarak tujuh kali berkeliling panca persada itu. Baginda
laki istri pun mandilah diseri panca persada itu, dimandikan oleh Bat. Setelah
sudah mandi, maka Sang Sapurb pun bersalinlah kain selengkap tubuh. Lalu
memakai pakaian derpata darmani namanya dan Tuan Putri Wan Sendari mpun memakai
kain biru dimani. Kedua baginda memakai dengan selengkap pakaian kerajaan.
Kemudian, kedua laki istri pun duduk di atas peterana yang keemasan di atas
singgasana kerajaan. Maka gendang nobat pun dipalu oranglah. Setelah sudah
tabal, maka segala para menteri, hulubalang sekaliannya menjunjung duli
baginda. Telah itu nasi santan pun diangkat orang. Kemudian, baginda kedua kaki
istri pun santaplah. Setelah sudah santap, maka BaT membunuh panca upacara di
telinga raja kedua laki istri. Setelah itu, Sang Sapurba sudah jadi raja di
Palembang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar